Sunday, February 10, 2008

BLAISSE2

BLAISSE2

Suatu pagi, Meo Forada, seorang siswa kelas dua SMA mendapat email yang berisi sebuah kode misterius dari sebuah account yang berasal dari Kanada.

87727384798584876588

BLAISSE2

Meo tidak mempedulikan email ini karena dia sedang sibuk mempersiapkan ujian akhir semester genap, memfotokopi catatan teman.

***

”Denger ni Meo”

”Apa Ma? ada bom lagi ya.”

”Aduh! Kamu kok malah biasa saja sih, itu di jogja lho!”

”Hh! jogja? Dimana Ma?” Meo hampir saja tersedak susu hangat yang diminumnya.

”Itu, di Hugo’s, embassy ma mana lagi ya” Ibunya Meo mengganti channel, ”Ini ada beritanya lagi”

Sekitar pukul dua dini hari terjadi ledakan bom secara serentak di berbagai club malam di Kota Jogja, seperti Embassy, Hugo’s, Liquid, TJ’s dan Republik. Walaupun bom yang meledak adalah bom dalam sekala kecil, namun mampu mencederai sedikitnya tujuh pengunjung dan empat penjaga bar. Ledakan ini membuat kocar-kacir seluruh pengunjung dan memaksa mereka keluar karena seluruh ruangan dipenuhi asap. Dilaporkan juga ledakan ini merusak aliran listrik serta jaringan telpon dan internet ke masing-masing club. Sampai saat ini belum ada pihak yang mengaku bertanggunjawab atas peledakan ini. Saat diwawancarai, polisi juga mengatakan belum mengetahui motif dibalik ini.

”Mm...Ya udah ya Ma, aku berangkat dulu, udah telat nih.”

”Hati-hati ya nak.”

”Ya Mama.” Kata Meo sambil mencium pipi kanan dan kiri ibu yang sangat disayanginya itu. Meo bergegas menuju motor bututnya dan segera berangkat sekolah.

”Duh, telat” Meo menancap gas kencang saat melaju di jalan Sudirman. Sayang usahanya sia-sia. Traffic Ligth pertigaan Terban menyalakan cahaya dengan panjang gelombang terbesar, merah.

Sesuatu yang aneh terjadi pada motor Meo setelah dia berbelok ke kiri di perempatan Gramed, terlihat oleng. ”Ee... lah dalah, ni motor kenapa lagi, masak bocor lagi, ini ban apa balon. O iya, kan di pojok seberang sekolah kan ada ITB teletubles, bagos!, tarik bang!” Hati Meo sedikit lega setelah teringat ada institut tambal ban tak jauh lagi.

”Mas, gembos ki, tulung yo” seru Meo dengan logat Jogjanya.

”Nggih. Tadi lewat mana mas, kok bisa bocor?”

”Lewat Pakuningratan, Sudirman, Gramed kiri, sebelum Kridosono kanan. Kenapa?”

”Gak, Cuma nanya, gak usah ge-er deh, ngapain juga dijawab.”

Hati Meo dongkol. Dia kira si tukang tambal ban mau njayus soal pakuningratan, eh lah malah ngono. Meo duduk dan,”Bha!!! Astaghfirullah! Subhanallah! Alhamdulillah!” Meo menyebut-nyebut nama Tuhan. Tanpa disadarinya, dikursi panjang kayu itu telah duduk seorang cewek cantik, putih, berambut ikal agak kecoklatan. Dan sepertinya Meo sudah beberapa kali melihatnya. Ya! Cewek ini anak kelas satu.

”Mas Meo ya?” tanya cewek ini ceria.

”Iya, siapa ya? Anak kelas satu kan?” jawab Meo gugup dan ke-ge-er-an. Maklum, dia jarang duduk bareng sama cewek secakep ini.

”Aku Ika, anak satu lima” sambil menjulurkan tangan yang langsung diserobot Meo. ”Eh, Mas Meo ikutan Olimpiade Komputer kan? Berarti bisa Pascal?”

”Bisa bisa. Mana?” Tanya Meo sambil membolak-mbalik TOKI handbook yang disodorkan Ika.

”Yang ini” Ika menunjukan berberapa fungsi dalam bahasa Pascal yang belum ia mengerti.

”Oo... Kalo ORD itu buat ngubah karakter jadi urutannya di tabel ASCII, hasilnya bertipe Integer, kalo CHR itu buat nulisin karakter apa dari input yang berupa integer, kebalikannnyalah. Nah, kalo VAL, itu buat ngubah string jadi integer, tapi inputnya, walaupun string, tapi harus angka lho.”

”Wah, makasih ya! Besok semesteran Pascal, aku gak dong”

”Iya, sama-sama” muka Meo nampak berseri-seri. Dan Ika pun berlalu mengendarai motornya menuju sekolah. Meo pun menyusul setelah motornya selesai

***

Di kelas Meo anak-anak sedang ramai membahas tentang ledakan bom tadi malam. Bagi mereka yang suka dugem, ini adalah bencana paling akbar abad ini. Seluruh club biasa mereka hang out gak beroperasi sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Tapi bagi anak-anak rohis, ini adalah berita bagus, tempat maksiat ditutup. Walaupun Meo juga anak rohis, kali ini dia tidak suka dengan bom ini. Mengapa? Meo sudah terlanjur membeli tiket untuk konser DJ Tiesto di salah satu club yang ikut terkena bom.

”Anjrut! Matee dah! Sia-sia!” Teriak Meo setelah melihat headline berjudul ’DJ Tiesto gagal ke Jogja’. “Aduh, padahal ada DJ Riri, Luis Vega, aduh seratus limapuluh ribu”. Seketika keluhan Meo hilang, dia melihat sesuatu yang membuatnya teringat akan email yang diterimanya tadi pagi. ’Pelaku meninggalkan kode bertuliskan 87727384798584876588 BLAISSE2’.

***

Dikamarnya yang sempit, Meo kembali membuka email aneh tadi pagi. Dan ternyata memang sama persis dengan yang ditulis di koran. Tapi dasar Meo, disaat seperti ini malah yang diinget Ika.

”Manis juga tu cewek, jadi deh gue punya gebetan setelah bertahun kering kerontang akan kasih dan sayang.” raut mukanya terlihat mesum sekarang. ”Padahal cuma gara-gara ngajarin dikit tentang Pascal, aku aja udah lupa. eh wait! Pascal? Blaisse? Blaisse Pascal? Ya tentu saja!”

Konsentrasi Meo beralih dari cewek manis bernama Ika dan kembali pada kode misterius yang diterimanya pagi kemarin. ”Tapi, apa dan bagaimana? Memecahkan kode dengan bahasa Pascal.” Meo yang tadi cukup gembira, kini murung lagi. ”Brute force? Big num? Mak...”, Meo bingung seraya mengacak rambutnya yang dari tadi sudah acak-acakan. ”Aku kan belum diajari yang itu”

Ya, dulu Meo memang tidak mendapat materi tentang itu karena dia tidak lolos seleksi Olimpiade Komputer pada tingkat Provinsi sehingga terpaksa kembali konsentrasi pada pelajaran. Biasanya anak yang ikut olimpiade, ketinggalan pelajaran dikelas, apalagi yang kelas duanya, mereka sering membolos dengan dalih latihan olimpiade. Apalagi anak komputer, mereka lebih sering di labkom daripada di kelas. Padahal, disana mereka cuma main game, chatting dan atau malah nonton Happy Tree Friends. Ditambah lagi, yang mengajar tim olimpiade komputer bukan guru melainkan alumni yang sama gilanya. Maka, jadilah labkom sebagai tempat pelarian orang-orang seperti Meo dari guru yang membosankan. Tak heran kalo nilai ulangan harian mereka jeblok dan kini mereka bingung belingsetan mencari catatan dan membuat contekan.

”Wow! Ini gila!!! Aku bahkan tak bisa mempercayainya. Kebetulan, eh, tidak! Tidak ada yang kebetulan, semua ini sudah diatur, ya, sudah diatur, ini bukan kebetulan, melainkan kebenaran!” Meo masih tak percaya dengan bagaimana caranya dia mendapatkan kunci dari kode itu.Gak masuk akal. Meo pun mencoba cara yang dipikirkannya. Meo sekarang tahu maksud dari kode itu. Angka-angka dalam kode itu adalah ordinary (urutan) dari karakter-karakter huruf latin. Dan maksud dari BLAISSE2 adalah kode itu ditulis dengan huruf kapital, dan dalam tabel ASCII, huruf kapital semuanya memiliki urutan berupa 2 digit angka. Sempurna!

begin

k:=0;

l:=0;

readln(s);

for i:= 0 to length(s) do

begin

inc(l);

for j:= (i+1) to (1+2) do

begin

inc(k);

t:=s[i+l]+s[i+1+l];

val(t,tab[k]);

end;

write(char(tab[k]));

end.

Ternyata mudah! Teriak Meo dalam hati. Setelah selesai mengetik sourcecode diatas dengan Free Pascal, Meo memencet tombol Ctrl+F9 untuk me-run program diatas. ”Wow! Aku tak sebodoh yang kukira!”

***

”Heh! Bujang! Bercanda yang lucu dong! Nggak banget deh ih”

”Lu kira gue bercanda! Kagak nyong!”

”Mana buktinya?”

”Ini!” Meo menujukan printout kode itu beserta crak hasil buatannya. Dan hasil encodingnya adalah WITHOUTWAX. Meo berargumen maksud dari kata itu adalah ’tanpa lilin’ atau dalam bahasa latin Sincara dan kemudian berkembang menjadi bahasa Inggris Sincere yang artinya Tulus. Atas dasar ini, Meo mendakwa Tulus Hamdani, biasa dipanggil Kuntul, alumni sekolahnya, yang juga mengajar bahas pascal untuk tim olimpiade sekolahnya. Anak rohis, pendiam, mungkin juga psyco. Dia memiliki motivasi untuk melakukan semua ini.

”Weh! Kok lucu, hahahaha” Kuntul tertawa seperti orang gak punya dosa. ”Kamu menyindir ku ya, itu kan semacam kode yang dulu aku buat.”

Kuntul jadi teringat masa lalunya sewaktu SMA. Nampaknya dia masih menyesal akan perbuatannya itu. Dulu dia pernah deket sama cewek yang juga mantan dari sahabatnya. Iseng-iseng dia mengirim rayuan gombal dalam bentuk kode kepada cewek itu, sayangnya, cewek itu minta tolong sama sahabatnya Kuntul. Nah, terbongkarlah kode bodoh itu. Akibatnya, Kuntul tak enak hati sama sahabatnya itu, karena dia pikir, itu menyinggung perasaannya dan seperti menusuk dari belakang.

”Nyet, dapet dari mana kode bodoh ini?”

”Lewat e-mail”

”Hh... sudah saya duga! Dan alamat itu berasal daripada Canada!” Kuntul berkoar-koar semangat sekali bak detektif Conan menemukan siapa tersangka.

”Kok bisa tau?”

”Ya iyalah, hare gene. Eh, nyong, jangan bilang siapa-siapa ya, serius ini” Mereka berdua merepat dan merendahkan suara. Nampaknya mereka menyadari bahwa mereka dalam bahaya.”Aku juga dapet e-mail semacam itu. Aku diancem gak boleh ngasih tau keorang lain kecuali sama orang yang berhasil mecahin kode itu. Katanya, dia sudah tau kita banget, dia bisa mbunuh kita kalo kita ngasih tau orang lain apalagi polisi.”

”Fiktif banget sih tu orang” jawab Meo ketus.

”Tapi lucunya, dia bilang dia kita harus menghubungi nomer ini kalo kita dah ketemu.” Kuntul memanggil nomor itu. ”Halo, ini Kuntul ma Meo, kamu kok jahat sih” Tanya Kuntul bodoh.

”Ha...ha...ha...! matikan HP mu, aku dibelakang kalian!”

”Bha!!! Aaa..... Mami!” Kuntul dan Meo berpelukan seperti orang liat setan. Kini mereka tejebak dalam labkom yang tak berisi manusia kecuali mereka bertiga.

”Ika!” Meo tak menyangka siapa yang dilihatnya. ”Kamu sadar gak sih, kamu melakukan tindak terorisme!”

”Heh, aku rela untuk sekedar dipenjara, daripada hidup bebas dan membebaskan orang-orang kafir merusak ahklak generasi muda kita, penerus bangsa ini. Dan aku tidak sebodoh yang kalian kira. Aku bukan teroris seperti yang lainnya. Mereka terlalu singkat pemahamannya dan tidak memikirkan jangka panjangnya. Tapi karena kalian sudah tahu, kalian harus mati! Ha...ha...ha...” Muka Ika yang cantik terlihat seram seperti nenek sihir, sekarang.Dia memegang granat tangan. Gak masuk akal.

”Aaa....” Meo berteriak. Sebuah sinar putih terang menyambar matanya. ”Plok!” Sebuah benda lumayan berat berbentuk balok jatuh di kepalanya.

***

”Meo! Bangun sayang” Terdengar suara wanita yang tak asing lagi.

Meo masih tak mengerti apa yang terjadi. Dilihat Ibunya sedang membuka gorden kamarnya. Di dada Meo tergeletak buku tebal besampul merah bata. DIGITAL FORTRESS, karangan Dan Brown. Meo baru saja meyelesaikan buku itu tadi malam dan tertidur. Sepertinya buku ini jatuh tersenggol tangan Ibunya ketika membuka jendela.

”Ya ampun, mimpi kali gue ye?” Ya mana mungkin si Ika jadi teroris. Dilihatnya di meja belajarnya sebuah tiket ‘

DJ Tiesto Road

to Joga’. “Tak seharusnya aku berada ditempat seperti itu.”



-CERPEN INI DIBUAT SEBAGAI TUGAS AKHIR BAHASA INDONESIA DI SMA-

3 comments:

raikruz said...

tidak... kenapa kamu menuliskan apa yg sebenarnya terjadi di labkom tercinta ??

bagus sih, cuman alurnya agak kecepetan. lagipula endingnya juga agak membosankan "terbangun dari mimpi"..
harusnya masi bisa dipernak-pernik lagi.
lumayan menarik. rodo njayuz, marmos. ning tetep ra iso ngalahke aku :))

aku raja marmos !

Tulus Hamdani said...

hahaha...


whateva u say lah...



namanya juga tugas akhir basa endonesa,
seadanya dan sebisanya

Anonymous said...

kapan bikin cerpen lg? ditunggu lho.. abisnya lucu sihh..