Saturday, September 25, 2010

Borneo - The Arrival

Seorang anak kecil sendirian di Cengkareng, malam-malam, dan ketinggalan pesawat menuju Balikpapan! Perfecto!

Yap, dalam rangka KP – Kerja Praktek, salah satu kewajiban akademik kuliah di JTETI- saya, mulai tanggal 20 September 2010 kemarin mulai KP di Chevron Indonesia Company Kalimantan Operation, Balikpapan. Karena surat panggilan KP baru datang beberapa hari menjelang lebaran sehingga saya tidak bisa beli tiket jauh-jauh hari, saya terkena imbas mahalnya harga tiket pesawat. Om saya yang kerja di Balikapapan, kemudian menyarankan dan membelikan saya tiket ke Balikpapan dari Jogja via Jakarta.
Pada tanggal 17 September sore sekitar jam enam, saya naik laiyen eir dari Jogja menuju Jakarta. Harusnya, pesawat yang saya tumpangi itu berangkat jam 17.20 dan tiba di Cengkareng pukul 18.05, tetapi telat takeoff karena landingnya juga telat. Pas denger pesawatnya delay, saya sudah was-was karena walaupun tiket yang saya beli untuk flight Jakarta-Balikpapan berasal dari satu maskapai, tapi flight tersebut terjadwal untuk boarding jam 18.45; Mepet. Saya tiba di Cengkareng sekitar pukul 19.10 dan cuma bisa berharap penerbangan saya berikutnya juga delay.

Setelah turun, saya masuk jalur untuk transit. Tiket saya diperiksa oleh petugas transit, lantas dipersilakan segera menuju gate A6. Dengan langkah terburu, setengah berlari saya menuju gate A6. Sesampainya disana, suasana sepi. Yap, penonton kecewa. Kata mba-mba petugas disitu, pesawat dengan rute penerbangan Jakarta-Balikpapan yang telah saya pesan tiketnya itu, sudah berangkat tanpa delay. Saya bingung dengan kebijakan petugas transit tadi yang menyuruh saya segera menuju gate A6. Soalnya, ibu-ibu yang duduk disebelah saya selama penerbangan Jogja-jakarta juga ketinggalan pesawat menuju Padang, tetapi oleh petugas transit, beliau dipersilakan menunggu sebentar untuk dicarikan solusi. Awesomeik!

Saya putar arah menuju petugas transit. Saya terangkan ke mba-mba yang perawakannya tidak mencerminkan seorang pramugari bahwa saya ketinggalan pesawat karena pesawat sebelumnya delay. Kemudian saya tahu istilah untuk kejadian yang saya alami ini namanya adalah disconnected. Pas ngobrol dipesawat, kata Ibu yang saya duduk disebelah saya, kalau nanti kita ketinggalan pesawat seperti yang saya alami ini, kita akan diikutkan flight berikutnya, asalkan kita beli tiket dari satu maskapai. Saya pun berharap demikian. Namun jawaban dari mba yang perawakanya tidak mencerminkan seorang pramugari itu, hampir memupus harapan saya. Dia bilang, “ Ga bisa pak, bapak kan beli tiketnya sendiri-sendiri. Lagi pula jam nya terlalu mepet”. Ada tiga hal yang tidak biasanya terjadi pada saya pada bagian ini : Saya dipanggil dengan sebutan ‘Bapak’, saya tidak panic, dan saya bisa ngeyel!. Dua hal terakhir menyelematkan saya. Saya tetep keukeh walaupun si mbanya bilang, “ya tetap ga mungkin lah pak, paling nggak kita butuh waktu satu jam selisihnya, ini ga mungkin nyamung pak..”. “Coba pesawatnya ga delay mba” Saya bilang begitu dan terus berada di depan meja mba nya. “Ini siapa yang ngasih boarding passnya?” Kata mas disamping mba nya tadi yang kemudian mengurusi saya sementara si mbanya menelpon seorang perempuan yang dia sebut ‘mamih’, mungkin supervisornya. Saya melirik ke petugas transit -yang sebelumnya mempersilakan saya menuju gate A6- untuk menjawab pertanyaan mas disamping si mba nya. *haduh jadi bingung sendiri sama kata ganti yang saya gunakan*

**baiklah, untuk selanjutnya, mba-mba yang perawakannya tidak mencerminkan pramugari itu saya sebut mba A. Lalu mas petugas transit yang mempersilakan saya menuju gate A6 itu saya sebut mas B. Trus mas-mas disamping mba A itu saya sebut mas C.

Si mas C geleng-geleng kepala dan si mas B tidak berani menatap mata saya. Suasana di meja tersebut gaduh karena ternyata tidak hanya saya yang flight-nya disconnected. Dari pembicaraan para petugas, kemudian saya tahu ada 8 orang yang bernasib sama seperti saya. “Eh, jangan pada pulang dulu lu! nih banyak customer!” Si mas C nampaknya kesel juga melihat teman-temanya cuma pada ribut ga jelas sementara dia, si mba A dan satu mba-mba centil yang dari tadi mengerlingkan mata ke saya, tertekan menghadapi complain dari para customer. Disaat seperti itu, si mas B malah ngeloyor pergi, lantang si mas C nyeletuk, “Mau kemane lu ton?”. “Pipis”, jawab si mas B. Nampaknya si mas B grogi akan kesalahan yang telah dia perbuat.
Saya menjadi orang terakhir yang berada di depan meja itu. Menunggu kepastian. Dari tadi mas-mas yang kebagian ngurusin saya –petugas yang lain lagi, saya sebut mas D- mondar-mandir dan menyuruh saya tetap tabah akan cobaan ini *halah*. “Ga berani gw, lu aja”, kurang tau juga apa maksud dari pembicaraan mas D, mas C, dan mba A. Mungkin yang dimaksud adalah mereka juga bingung akan mengapprove complain saya atau tidak, takut kena marah supervisor sepertinya. Sepertinya mas D itu baik, dia mau kembali bolak-balik.

Setelah lama menuggu, akhirnya complain saya di approve. Saya lupa saat itu waktu itu menunjukan pukul berapa, mobil Daihatsu Luxio berlabel laiyen eir menjemput saya dan penumpang yang bernasib sama lainnya termasuk ibu yang saya ceritakan diatas beserta anaknya yang masih berumur 2 tahun tujuh bulan. Setelah perjalanan sekitar 10 menit. Kami tiba di hotel A*ma*ris. Sepertinya masih dalam kompleks bandara karena nama hotel ini ada embel-embel Soekarno-Hatta-nya. Sebelumnya, saya membayangkan akan ditempatkan disebuah penginapan kuno yang lusuh dan tidak terawat dengan fasilitias seadanya. Ternyata saya salah! Saya dapat kamar double bed, bathtube dan air hangat, TV Cable, dan fasilitas standar hotel lainnya. Lumayan lumayan.. :D

Sayangnya, saya tidak bisa berlama-lama disini. Belum juga sempat mandi dan sholat subuh, telepon kamar berdering. Saya telah ditunggu mobil jemputan. Setelah mengucapkan selama jalan ke ibu Irene dan anaknya yang bernama Arul, saya menuju gate A3. Hampir lupa belum sholat subuh, saya balik arah dulu menuju mushola. Setelah cukup lama menunggu, akhrinya datang juga pesawat yang akan membawa saya menuju Balikpapan.

Saya tiba sekitar pukul 10.10 Waktu Indonesia Barat. Namun dengan segara, jam di handphone saya berubah menjadi 11.10. Yeah! Saya berada di waktu indonesia tengah! Finally!
Sepertinya saya lupa tidak menginjakkan kaki kanan terlebih dahulu. Hehehe. Bismillahi awalu wal akhiru.



2 comments:

m ark said...

mungkin namamu perlu diganti jadi Tulus Hamdalah ... hihihihi.

Tulus Hamdani said...

badalah!!

wkwkkwwk :D