Thursday, February 21, 2008

19 : Confession and Expectation

brrr...

Baru beberapa hari yang lalu usiaku berkurang lagi...
yeah,19
Angka yang cukup -sangat- banyak menurutku -dan memiliki banyak arti-

Ok, jujur aku sangat ketakutan sekarang. Terserah kalian mau bilang apa. Nyatanya aku memang sedang ketakutan, bahkan sekedar untuk melihat -melirik mungkin- kenyataan...

Sebentar lagi, tak lama lagi, aku harus berhadapan dengan apa yang kusebut 'dunia nyata' atau kamu dan orang kebanyakan mungkin menyebutnya dengan dewasa (baca=sudah tidak remaja lagi). Dalam dunia yang aku rasa akan kejam itu, aku harus bertanggunjawab penuh atas diriku sendiri dan pada saatnya nanti aku juga harus memikirkan keluargaku. Terlalu jauh mungkin, tapi itulah yang harus mulai aku pikirkan dari sekarang. Dengan harapan aku akan lebih siap. Amin.


Anyway,
"HAPPY BIRTHDAY TUL!"

Saturday, February 16, 2008

Deddy Corbuzier adalah Pesulap Matematika

Bagi anda yang masih sering menonton TV, tentu tak asing lagi dengan berbagai iklan ramal melalui sms, salah satunya adalah iklannya mas Deddy ini

"angka 3,6, dan 9 dalam handphone anda adalah angka prima yang...." dst aku lupa

wah wah wah...
mas Deddy Corbuzier memang jago, bisa menyulan angka 6 dan 9 jadi bilangan prima! Keren!
Eh, apa cuma angka 3,6, dan 9 yang ada di HP ya?? trus yang dikalkulatorku gimana???





*nb : angka prima adalah angka yang hanya dapat dibagi dengan angka satu dan bilangan itu sendiri -seperti yang telah kita dapat dari pelajaran matematika SD-

Mushola Elektro DITUTUP!

what?
trus kita sholatnya dimana???
lha emang kenapa??
ini pelanggaran HAM!

*hmm, bisa jadi...


Sejak hari valentine lalu, jurusan memberlakukan kebijakan penutupan ini. Mau ngasih kado valentine kalee ya??^^

Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari pihak jurusan untuk mengurangi bahkan menghapus kasus kehilangan barang milik warga Elektro di musTel... Dan nampaknya kebijakan ini akan memperoleh hasil maksimal... Kasus kehilangan barang di mustel tidak akan terjadi lagi... Secara maling tidak dapat memasuki mustel.

*whakakakaka! ^0^

Entah apa yang membuat pihak jurusan memberlakukan kebijakan ini, secara mereka adalah orang-orang yang jauh lebih intelek daripada saya. Mungkin karena bingun dan panik atau bosan melihat berbagai kasus kehilangan yang terjadi selama ini. Dan kasus hilangnya Laptop teman saya yang berinisial HP -atau biasa dipanggil Arief Hape-, membuat pihak jurusan harus bertindak tegas, lugas dan tangkas memangkas tanpa batas.

Apapun alasan jurusan menutup mushola ini, menurut saya bukanlah tindakan yang tepat. Bila dalihnya adalah demi keamanan, saya rasa memang benar kalo tidak akan ada lagi kasus kehilangan di mushola elektro secara tidak ada seorangpun yang bisa masuk, tapi mungkin karena kebijakan ini, kasus kehilangan barang di mushola Teknik -yang notabene lebih rawan- akan meningkat. Dan korbannya mungkin dari warga elektro juga, secara mereka sholat disana. Dan apabila hal ini terjadi apa yang akan dilakukan?? Menutup MusTek?? Sholat di Maskam?? padahal MasKam kan juga rawan??

Tuesday, February 12, 2008

Trans Jogja?

well,
setelah sekian lama dinanti, akhirnya bus trans jogja BELUM beroperasi-operasi juga, kenapa?


ya karena itulah aku posting tentang ini jon! ^0^
hehehe...

ada yang tau?


oy, trus bus-bus yang lama dikemanainya??
trus kalo yang lama ga beroperasi lagi, sopir me kernetnya kerja dimana???

Masalahnya, kalo gak beroperasi, tu halte keburu rusak -dah banyak yang dicorat-coret, jelek lagi,mending kalo grafiti-

Sunday, February 10, 2008

BLAISSE2

BLAISSE2

Suatu pagi, Meo Forada, seorang siswa kelas dua SMA mendapat email yang berisi sebuah kode misterius dari sebuah account yang berasal dari Kanada.

87727384798584876588

BLAISSE2

Meo tidak mempedulikan email ini karena dia sedang sibuk mempersiapkan ujian akhir semester genap, memfotokopi catatan teman.

***

”Denger ni Meo”

”Apa Ma? ada bom lagi ya.”

”Aduh! Kamu kok malah biasa saja sih, itu di jogja lho!”

”Hh! jogja? Dimana Ma?” Meo hampir saja tersedak susu hangat yang diminumnya.

”Itu, di Hugo’s, embassy ma mana lagi ya” Ibunya Meo mengganti channel, ”Ini ada beritanya lagi”

Sekitar pukul dua dini hari terjadi ledakan bom secara serentak di berbagai club malam di Kota Jogja, seperti Embassy, Hugo’s, Liquid, TJ’s dan Republik. Walaupun bom yang meledak adalah bom dalam sekala kecil, namun mampu mencederai sedikitnya tujuh pengunjung dan empat penjaga bar. Ledakan ini membuat kocar-kacir seluruh pengunjung dan memaksa mereka keluar karena seluruh ruangan dipenuhi asap. Dilaporkan juga ledakan ini merusak aliran listrik serta jaringan telpon dan internet ke masing-masing club. Sampai saat ini belum ada pihak yang mengaku bertanggunjawab atas peledakan ini. Saat diwawancarai, polisi juga mengatakan belum mengetahui motif dibalik ini.

”Mm...Ya udah ya Ma, aku berangkat dulu, udah telat nih.”

”Hati-hati ya nak.”

”Ya Mama.” Kata Meo sambil mencium pipi kanan dan kiri ibu yang sangat disayanginya itu. Meo bergegas menuju motor bututnya dan segera berangkat sekolah.

”Duh, telat” Meo menancap gas kencang saat melaju di jalan Sudirman. Sayang usahanya sia-sia. Traffic Ligth pertigaan Terban menyalakan cahaya dengan panjang gelombang terbesar, merah.

Sesuatu yang aneh terjadi pada motor Meo setelah dia berbelok ke kiri di perempatan Gramed, terlihat oleng. ”Ee... lah dalah, ni motor kenapa lagi, masak bocor lagi, ini ban apa balon. O iya, kan di pojok seberang sekolah kan ada ITB teletubles, bagos!, tarik bang!” Hati Meo sedikit lega setelah teringat ada institut tambal ban tak jauh lagi.

”Mas, gembos ki, tulung yo” seru Meo dengan logat Jogjanya.

”Nggih. Tadi lewat mana mas, kok bisa bocor?”

”Lewat Pakuningratan, Sudirman, Gramed kiri, sebelum Kridosono kanan. Kenapa?”

”Gak, Cuma nanya, gak usah ge-er deh, ngapain juga dijawab.”

Hati Meo dongkol. Dia kira si tukang tambal ban mau njayus soal pakuningratan, eh lah malah ngono. Meo duduk dan,”Bha!!! Astaghfirullah! Subhanallah! Alhamdulillah!” Meo menyebut-nyebut nama Tuhan. Tanpa disadarinya, dikursi panjang kayu itu telah duduk seorang cewek cantik, putih, berambut ikal agak kecoklatan. Dan sepertinya Meo sudah beberapa kali melihatnya. Ya! Cewek ini anak kelas satu.

”Mas Meo ya?” tanya cewek ini ceria.

”Iya, siapa ya? Anak kelas satu kan?” jawab Meo gugup dan ke-ge-er-an. Maklum, dia jarang duduk bareng sama cewek secakep ini.

”Aku Ika, anak satu lima” sambil menjulurkan tangan yang langsung diserobot Meo. ”Eh, Mas Meo ikutan Olimpiade Komputer kan? Berarti bisa Pascal?”

”Bisa bisa. Mana?” Tanya Meo sambil membolak-mbalik TOKI handbook yang disodorkan Ika.

”Yang ini” Ika menunjukan berberapa fungsi dalam bahasa Pascal yang belum ia mengerti.

”Oo... Kalo ORD itu buat ngubah karakter jadi urutannya di tabel ASCII, hasilnya bertipe Integer, kalo CHR itu buat nulisin karakter apa dari input yang berupa integer, kebalikannnyalah. Nah, kalo VAL, itu buat ngubah string jadi integer, tapi inputnya, walaupun string, tapi harus angka lho.”

”Wah, makasih ya! Besok semesteran Pascal, aku gak dong”

”Iya, sama-sama” muka Meo nampak berseri-seri. Dan Ika pun berlalu mengendarai motornya menuju sekolah. Meo pun menyusul setelah motornya selesai

***

Di kelas Meo anak-anak sedang ramai membahas tentang ledakan bom tadi malam. Bagi mereka yang suka dugem, ini adalah bencana paling akbar abad ini. Seluruh club biasa mereka hang out gak beroperasi sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Tapi bagi anak-anak rohis, ini adalah berita bagus, tempat maksiat ditutup. Walaupun Meo juga anak rohis, kali ini dia tidak suka dengan bom ini. Mengapa? Meo sudah terlanjur membeli tiket untuk konser DJ Tiesto di salah satu club yang ikut terkena bom.

”Anjrut! Matee dah! Sia-sia!” Teriak Meo setelah melihat headline berjudul ’DJ Tiesto gagal ke Jogja’. “Aduh, padahal ada DJ Riri, Luis Vega, aduh seratus limapuluh ribu”. Seketika keluhan Meo hilang, dia melihat sesuatu yang membuatnya teringat akan email yang diterimanya tadi pagi. ’Pelaku meninggalkan kode bertuliskan 87727384798584876588 BLAISSE2’.

***

Dikamarnya yang sempit, Meo kembali membuka email aneh tadi pagi. Dan ternyata memang sama persis dengan yang ditulis di koran. Tapi dasar Meo, disaat seperti ini malah yang diinget Ika.

”Manis juga tu cewek, jadi deh gue punya gebetan setelah bertahun kering kerontang akan kasih dan sayang.” raut mukanya terlihat mesum sekarang. ”Padahal cuma gara-gara ngajarin dikit tentang Pascal, aku aja udah lupa. eh wait! Pascal? Blaisse? Blaisse Pascal? Ya tentu saja!”

Konsentrasi Meo beralih dari cewek manis bernama Ika dan kembali pada kode misterius yang diterimanya pagi kemarin. ”Tapi, apa dan bagaimana? Memecahkan kode dengan bahasa Pascal.” Meo yang tadi cukup gembira, kini murung lagi. ”Brute force? Big num? Mak...”, Meo bingung seraya mengacak rambutnya yang dari tadi sudah acak-acakan. ”Aku kan belum diajari yang itu”

Ya, dulu Meo memang tidak mendapat materi tentang itu karena dia tidak lolos seleksi Olimpiade Komputer pada tingkat Provinsi sehingga terpaksa kembali konsentrasi pada pelajaran. Biasanya anak yang ikut olimpiade, ketinggalan pelajaran dikelas, apalagi yang kelas duanya, mereka sering membolos dengan dalih latihan olimpiade. Apalagi anak komputer, mereka lebih sering di labkom daripada di kelas. Padahal, disana mereka cuma main game, chatting dan atau malah nonton Happy Tree Friends. Ditambah lagi, yang mengajar tim olimpiade komputer bukan guru melainkan alumni yang sama gilanya. Maka, jadilah labkom sebagai tempat pelarian orang-orang seperti Meo dari guru yang membosankan. Tak heran kalo nilai ulangan harian mereka jeblok dan kini mereka bingung belingsetan mencari catatan dan membuat contekan.

”Wow! Ini gila!!! Aku bahkan tak bisa mempercayainya. Kebetulan, eh, tidak! Tidak ada yang kebetulan, semua ini sudah diatur, ya, sudah diatur, ini bukan kebetulan, melainkan kebenaran!” Meo masih tak percaya dengan bagaimana caranya dia mendapatkan kunci dari kode itu.Gak masuk akal. Meo pun mencoba cara yang dipikirkannya. Meo sekarang tahu maksud dari kode itu. Angka-angka dalam kode itu adalah ordinary (urutan) dari karakter-karakter huruf latin. Dan maksud dari BLAISSE2 adalah kode itu ditulis dengan huruf kapital, dan dalam tabel ASCII, huruf kapital semuanya memiliki urutan berupa 2 digit angka. Sempurna!

begin

k:=0;

l:=0;

readln(s);

for i:= 0 to length(s) do

begin

inc(l);

for j:= (i+1) to (1+2) do

begin

inc(k);

t:=s[i+l]+s[i+1+l];

val(t,tab[k]);

end;

write(char(tab[k]));

end.

Ternyata mudah! Teriak Meo dalam hati. Setelah selesai mengetik sourcecode diatas dengan Free Pascal, Meo memencet tombol Ctrl+F9 untuk me-run program diatas. ”Wow! Aku tak sebodoh yang kukira!”

***

”Heh! Bujang! Bercanda yang lucu dong! Nggak banget deh ih”

”Lu kira gue bercanda! Kagak nyong!”

”Mana buktinya?”

”Ini!” Meo menujukan printout kode itu beserta crak hasil buatannya. Dan hasil encodingnya adalah WITHOUTWAX. Meo berargumen maksud dari kata itu adalah ’tanpa lilin’ atau dalam bahasa latin Sincara dan kemudian berkembang menjadi bahasa Inggris Sincere yang artinya Tulus. Atas dasar ini, Meo mendakwa Tulus Hamdani, biasa dipanggil Kuntul, alumni sekolahnya, yang juga mengajar bahas pascal untuk tim olimpiade sekolahnya. Anak rohis, pendiam, mungkin juga psyco. Dia memiliki motivasi untuk melakukan semua ini.

”Weh! Kok lucu, hahahaha” Kuntul tertawa seperti orang gak punya dosa. ”Kamu menyindir ku ya, itu kan semacam kode yang dulu aku buat.”

Kuntul jadi teringat masa lalunya sewaktu SMA. Nampaknya dia masih menyesal akan perbuatannya itu. Dulu dia pernah deket sama cewek yang juga mantan dari sahabatnya. Iseng-iseng dia mengirim rayuan gombal dalam bentuk kode kepada cewek itu, sayangnya, cewek itu minta tolong sama sahabatnya Kuntul. Nah, terbongkarlah kode bodoh itu. Akibatnya, Kuntul tak enak hati sama sahabatnya itu, karena dia pikir, itu menyinggung perasaannya dan seperti menusuk dari belakang.

”Nyet, dapet dari mana kode bodoh ini?”

”Lewat e-mail”

”Hh... sudah saya duga! Dan alamat itu berasal daripada Canada!” Kuntul berkoar-koar semangat sekali bak detektif Conan menemukan siapa tersangka.

”Kok bisa tau?”

”Ya iyalah, hare gene. Eh, nyong, jangan bilang siapa-siapa ya, serius ini” Mereka berdua merepat dan merendahkan suara. Nampaknya mereka menyadari bahwa mereka dalam bahaya.”Aku juga dapet e-mail semacam itu. Aku diancem gak boleh ngasih tau keorang lain kecuali sama orang yang berhasil mecahin kode itu. Katanya, dia sudah tau kita banget, dia bisa mbunuh kita kalo kita ngasih tau orang lain apalagi polisi.”

”Fiktif banget sih tu orang” jawab Meo ketus.

”Tapi lucunya, dia bilang dia kita harus menghubungi nomer ini kalo kita dah ketemu.” Kuntul memanggil nomor itu. ”Halo, ini Kuntul ma Meo, kamu kok jahat sih” Tanya Kuntul bodoh.

”Ha...ha...ha...! matikan HP mu, aku dibelakang kalian!”

”Bha!!! Aaa..... Mami!” Kuntul dan Meo berpelukan seperti orang liat setan. Kini mereka tejebak dalam labkom yang tak berisi manusia kecuali mereka bertiga.

”Ika!” Meo tak menyangka siapa yang dilihatnya. ”Kamu sadar gak sih, kamu melakukan tindak terorisme!”

”Heh, aku rela untuk sekedar dipenjara, daripada hidup bebas dan membebaskan orang-orang kafir merusak ahklak generasi muda kita, penerus bangsa ini. Dan aku tidak sebodoh yang kalian kira. Aku bukan teroris seperti yang lainnya. Mereka terlalu singkat pemahamannya dan tidak memikirkan jangka panjangnya. Tapi karena kalian sudah tahu, kalian harus mati! Ha...ha...ha...” Muka Ika yang cantik terlihat seram seperti nenek sihir, sekarang.Dia memegang granat tangan. Gak masuk akal.

”Aaa....” Meo berteriak. Sebuah sinar putih terang menyambar matanya. ”Plok!” Sebuah benda lumayan berat berbentuk balok jatuh di kepalanya.

***

”Meo! Bangun sayang” Terdengar suara wanita yang tak asing lagi.

Meo masih tak mengerti apa yang terjadi. Dilihat Ibunya sedang membuka gorden kamarnya. Di dada Meo tergeletak buku tebal besampul merah bata. DIGITAL FORTRESS, karangan Dan Brown. Meo baru saja meyelesaikan buku itu tadi malam dan tertidur. Sepertinya buku ini jatuh tersenggol tangan Ibunya ketika membuka jendela.

”Ya ampun, mimpi kali gue ye?” Ya mana mungkin si Ika jadi teroris. Dilihatnya di meja belajarnya sebuah tiket ‘

DJ Tiesto Road

to Joga’. “Tak seharusnya aku berada ditempat seperti itu.”



-CERPEN INI DIBUAT SEBAGAI TUGAS AKHIR BAHASA INDONESIA DI SMA-

Belajar Bercin**

Belajar Bercinta


Malam minggu dia...mlongo!

Soal cewek dia...dongo!

Tapi dia bukan...homo!

Dia Cuma seorang jomblo!

”Aduh....” Teriak Fani tesinggung. ”Kurang ajar! Siapa sih yang nyanyi?! Oo... lha saykoji! Psycho lan keji!”

Aduh kasihan juga ini anak, tampang bukanlah yang menjadi alasan, karena cukup pas-pasan. Model kayak gini harus banyak belajar. Kurang lebih begitulah komentar teman-temannya. Ya ya, di umur yang sudah cukup untuk melihat film porno, dia sama sekali belum pernah dikabarin deket sama cewek. Padahal tampang lumayan manis. Dompet? cukup lah. Otak? di atas rata-rata. Walaupun tinggi masih remidi, seharusnya nasibnya tak se sial ini.

”Wah telat aku nih.”

Fani tak menyadari jam waker brontosaurus ijo kesayangannya telah menunjukan pukul 7.15, tepat kapan bel tanda masuk sekolahnya berbunyi.

”Dada daginkz n’ desta!” sebelum absen di sekolahan, Fani biasanya juga absen pagi di radio dengan frekuensi 98.5 Fm itu.

***

”Fani Sincarani” Ibu guru bahasa Inggris mengabsen.

”Late mom”, balas salah seorang anak laki-laki dengan aksen jelas bukan english.

Terdengar deru langkah gugup dari luar kelas bahasa.

”Assalamu’alaikum...” sapa seorang anak kecil dengan seragam putih abu-abu dari sudut pintu dengan muka malu-malu plus malu-maluin.

”Fani, why you always come late?” Tanya Ibu guru bahasa Inggris cukup ramah, mungkin juga sebenarnya marah.

”Is your home just a few meters from here?”

Rumah Fani memang terletak di kompleks perumahan seberang jalan sekolahnya, tapi dia harus memutar dulu karena sekarang hanya satu gerbang sekolahnya yang dibuka

“Ee..ee..Yes mom, but the ban, eh the tire is explosive, eh explode

“Ha...ha...ha....” hampir seluruh anak tertawa. “O alah, tuku ban yo kok mledakan, villager!”

Karena telat, Fani terpaksa duduk dipojok kiri depan dekat pintu masuk. Sendiri. Tapi, sebentar lagi dia tidak sendiri lagi, terdengar lagi langkah gugup. Suaranya lebih kecil, namapaknya cewek. Dan benar.

”Aduh boo...Telat lagi nih.”

Beruntung, Ibu guru bahasa Inggris sedang keluar. Maka dengan mudah si cewek ngeloyor masuk dan duduk dipojok kiri depan.

”Ihi... Cit cuit.... Cie...” Teriak anak-anak sekelas.

”Apa-apaan sih!” Kata Fani dalam hati. Walaupun dia Jomblo, Fani tetap pilih-pilih cewek buat dideketin dong, ”kalau yang ini sih, enaknya sahabatan doang”, pikirnya. Tapi sebenarnya Fani mau juga sama ini cewek, Tiara Lianda, biasa dipanggil Ara. Cukup manis (dilihat dari Hongkong) dan lucu. Dan mereka memang terlihat dekat sekarang.

”Eh, Fan, punya Goog Charlot yang Keep Your Hands off My Girl?

“Aku punya se album kok. Eh sumpah, keren abis lagunya!”

“Keep your hands off my girl... aha...ahha...” Ara bernyanyi dengan gaya keserupan dan nada yang sama sekali tidak pas, jauh dari aslinya yang emang keren.

”Nyong, diem” Fani merasa terganggu.

”Dhut!!!” terdengar bunyi beberapa desibel. Suara yang tak asing lagi.

”Ya ela!” Fani geleng-geleng kepala. ”Cewek kok kayak gini gak masuk akal!” pikirnya.

Ini lah yang membuat Fani kurang ngeh sama cewek satu ini. Gokilnya minta ampun. Baru kali ini Fani ketemu cewek yang suka lagu cadas kayak dirinya, mulai dari Slipknot, Korn, Disturbed, Funeral For a Friend, Captain Jack, aduh, sampai lupa apa lagi. Oh iya, parahnya lagi ini cewek juga terindikasi psyco, bayangin aja, cewek suka nonton Happy Tree Friends dan film favoritnya Saw, Saw 2 dan Saw 3. Tapi, mulai dari sinilah Fani deket sama Ara.

”Toooot...toooot....” Terdengar bunyi yang lebih keras dari kentutnya Ara, karena ini adalah bunyi bel tanda pergantian bel. Semua anak meninggalkan kelas bahasa dengan perasaan gembira dan segera menuju kelas Matematika. Tapi Fani mangkal di kantin dulu, maklum belum sarapan. Bersama Edo Dwirangga, sahabat sekelasnya juga, yang biasa dipanggil Mas Rangganteng, berniat telat masuk kelas Matematika.

”Ihi... Fan, kamu deket ya sama Ara?” Tanya Edo setelah mereka sampai dikantin.

”E...enggak kok, cuma temenan.” Tapi muka Fani tak bisa menyembunyikan isi hatinya, mukanya agak memerah.

”Alah, biasa aja, kenapa musti malu,lu kan dah 18 tahun to?”

”Ho’oh, tapi orang-orang masih percaya kok, kalau aku masih 16 tahun”

”Gak penting. Gini, aku menawarkan bantuan. Gue kasihan ma lu, hare gene masih jomblo, ini musim buaya mencari mangsa!” Edo menawarkan bantuan.

”Yee... siapa yang buaya.”

”Menurutku, si Ara juga suka sama kamu, udah pepet aja terus! Dapet dapet”

”Ah!” Fani malah acuh, tapi sebenarnya dia ingin berkata,”Ah, yang bener?”

”Tapi menurutku lagi, mending ini buat percobaan aja. Gak usah diambil pusing. Lu kan hampir dua dekade jomblo, nah ini buat ngebuktiin kalo lu bukan homo!” Edo menyebarkan propaganda buaya. ”Lu kan anaknya malu-maluin, eh kemaluan, aduh salah lagi, gak, maksudnya terlalu pemalu.”

”Ho’oh!” Fani mulai sebel, udah gak ada makanan enak dikantin, eh, ini malah dijejali dengan doktrin-doktrin gila.

”Ini kesempatan baik, kan susah kalo lu harus ngejar cewek macam Marina, Devi, Ima, Novit, Mia, Bunga, apa Ika. Kalo yang ini kan lu dah biasa.” Kata-kata Edo lama-lama masuk akal juga bagi Fani. Tanpa disadari dia mulai terpengaruh prinsip dasar buaya.

***

”Jablai sih lu!” Ungkap Edo saat dia dan Fani pulang dari les di bimbel sore hari. ”Dapet perhatian cewek dikit aja udah jatuh cinta... Itu namanya bukan jatuh cinta, tapi minta lebih...” Edo nampak kecewa, dia merasa dirinya gagal menurukan ilmu buaya muaranya setelah Fani berkata bahwa dia suka benar sama Ara.

Kemarin, setelah didoktrin oleh Edo, Fani diam-diam mendekati Ara juga. Tapi dia malah yang jadi kecantol.”E... e... e ya iya sih... tapi kan...”

”Ok, gini, tak tes wae. Pertanyaan pertama, berapa ukuran bra-nya?” tanya

Edo

dengan pertanyaan yang langsung menohok. To do point.

”Jorok lu! Ya kagak ngarti lah bujang, masak aku raba-raba”

”Ya tanya lah! Ok, gak papa, pertanyaan kedua, dimanakah tempat kerja Nyakbabenya?”

”Mboten ngertos.”

”Mmm..., baiklah, pertanyaan ketiga, berapa plat nomor motornya?”

”Meneketehe.”

”Payah lu! Selanjutnya, apa makanan faforitnya”

”Gak tauk, orang belum pernah makan bareng”

”Ya se-enggak-gak-nya kamu tau nyet! Kalo warna faforitnya tau kan?”

Fani Cuma geleng-geleng.

”Dia takut ma binatang apa tau?”

Fani geleng lagi.

”Dia punya saudara berapa? Suka nonton TV apa? Band idolanya? Artis? Buku? Tempat biasa hang out?”

Fani tetap geleng.

”kagak ngarti? Ya ampyun bujang... Ini the last question, lu tau

kan

rumahnya dimana?”

”Ya iya lah!”

”lu bener-bener tau kan? Apa Cuma tau alamatnya, tapi gak tau pastinya?”

”Ho’oh” jawab Fani malu.

”Singkong di ragi-in, tape deh...! oh man! What the hell you are?! Trus apa yang lu tau tentang dia ?!”

”Nama sama nomer hp.”

Dasar Fani, masih saja lugu, bahkan disaat genting seperti ini.

”Jangan bilang, kalo senbenernye lu gak hafal, cuma tu nomer dah ada di phonebook lu aja.”

Untuk kali ini, Fani mengangguk.

”Iiiiiihhh!!!” Edo terlihat gemes banget sama Fani, pingin njotos muka Fani yang bener-bener funny mungkin. ”Udah ah! Capek deh... gue cabut dulu!”

”Trus gimana dong? kan kamu dah ajarin aku gaet cewek, terus abis itu diapain?”

”Dibujangin dodol! Gue kagak peduli terhadapa daripada yang terjadi! Gue mau belajar, buat UM. Dah, mendingan lu belajar juga, simpan dulu dikulkas biar kagak basi !” Edo bener-bener sebel kali ini. Gagal total dia menyebarkan propaganda. Edo menghilang bersama kegelapan senja yang tak lagi menampakan semburat sunset. Mendung.

***

8 April 2007, pukul 7.00, lantai 2 gedung 10 F.Isipol. Hampir semua peserta UM sudah memasuki ruangan masing-masing. Didekat tangga depan ruang 18, dua mahluk terlihat berdiri saling berhadapan.

”Tau gak sih...” Fani memandang mata Ara yang minus dengan tampangnya yang innocent itu. ”Aku sayang banget sama kamu. Ini bukan hanya nafsu belaka. Aku ingin bisa care sama kamu....” Fani bahkan tak pernah menyangka dia bisa mengatakan hal yang paling ditakutinya ini.

Pernah kukira ini tentang cinta, oh ternyata.... hanya sahabat stia....

Terdengar hits Club 80’s dari album Summer Moved on. Entah dari mana. Gak masuk akal.

”Aku gak suka lirik ini...”, kata Fani.

Absolutely” Sebuah senyum berkembang dibibir Ara, memperlihatkan giginya yang ternyata tersusun kurang rapi.

Fani merasa lega sekarang,”Tapi aku gak tau apa yang harus aku lakukan untuk buat kamu seneng...Terus, aku ada satu hal yang masih ngganjel, tapi kamu jangan ketawa ya...”

”Apa?”

”Emang orang pacaran itu ngapain aja sih?”

Ara tentu saja ingin berkata, ”Ngek!”.

”Kamu mau gak ajarin aku bercinta” lanjut Fani dengan senyum malu-malu dan sangat memalukan bangsa dan negara ini.

”Plok!” sebuah tamparan hebat mendarat dengan mulus di pipi Fani.

”Ye... bukan itu maksudnya! Enak aja! gini-gini aku moslem!”

Padahal sebenarnya, Fani sendiri masih bingung dengan persaannya. Dia suka sama Ara hanya sebatas sahabat atau lebih. Yang dia tahu, dia selalu ingin dekat sama Ara, ngobrol, jalan, makan, duduk. Dan satu yang sangat Fani takutkan adalah jika dia dan Ara jadian, dan ternyata mereka harus putus, Fani takut Ara juga tidak jadi sahabatnya lagi. Tapi Fani rasa, dia tidak bisa memendam rasa suka ini untuk selamanya, dan dekat terus sama Ara, tapi Ara tidak akan pernah tahu apa isi hatinya. Sebuah dilema. Kasihan, padahal bagi Fani memilih diantara dua pilihan adalah hal yang paling sulit.

”Norak banget sih lu” Ara manyun.

”Kamu tu yang norak!” Fani menyudahi kisah di pagi hari ini dengan melangkah masuk medan pertempuran UM.



-CERPEN INI DIBUAT SEBAGAI TUGAS AKHIR BAHASA INDONESIA DI SMA-

Monday, February 4, 2008

reOriented!

hey world!

this's my second account on blogspot.com


I created this account in order to show differences between me and who I was.
Currently, I'm here...



regards,
danee